Efek dari Kurang Tidur

Attention deficit-hyperactivity disorder (ADHD) atau lebih dikenal dengan hiperaktivitas biasanya lebih banyak menyerang anak-anak. Tapi belakangan makin banyak kasus ADHD yang ditemukan pada orang dewasa. Ada apa di balik ini?

Vatsal Thakkar, seorang asisten profesor psikiatri dari New York University School of Medicine, AS mengaku sering menangani sejumlah pasien dengan gejala ADHD tapi sebenarnya mereka hanyalah orang-orang yang kurang tidur atau memiliki kualitas tidur yang buruk.

"Pasalnya bagi sebagian orang, terutama anak-anak, kurang tidur tidak melulu menyebabkan kelelahan saja, meski mereka berubah menjadi hiperaktif, pelupa dan tak bisa fokus," tandas Profesor Thakkar.

Kondisi itu baru disadari Profesor Thakkar setelah menangani seorang pasien berusia 31 tahun yang memperlihatkan gejala-gejala ADHD.

"Ia menderita semua gejala ADHD, tak terkecuali suka menunda pekerjaan dan pelupa, tapi ternyata masalah itu baru muncul dua tahun yang lalu. Padahal seseorang baru bisa didiagnosis ADHD jika mereka telah mengalami gejala-gejala ini sejak kecil," tuturnya seperti dilansir Daily Mail, Kamis (2/5/2013).

Dalam sebuah artikel di New York Times, Profesor Thakkar menjelaskan bahwa masalah pasiennya itu pertama kali muncul di bulan-bulan awal ketika ia mulai bekerja di tempat baru. Pekerjaan itu memaksanya untuk bangun jam 5 pagi, padahal faktanya ia tipe orang yang sering terjaga sampai larut malam.

Dari situ Profesor Thakkar menyadari pasiennya ini tidaklah mengidap ADHD tapi hanya kurang tidur, meski kondisinya sudah kronis.

Kemudian Profesor Thakkar merekomendasikan sejumlah teknik untuk membantu si pasien agar bisa tidur di malam hari seperti melakukan relaksasi selama 90 menit sebelum naik ke ranjang. Terbukti dua minggu kemudian si pasien mengaku gejala-gejalanya mulai hilang.

Terkait hal ini telah banyak studi yang memperlihatkan makin hari makin banyak orang yang mengalami kurang tidur atau memiliki kualitas tidur yang buruk. Bahkan jumlah orang dewasa yang tidur kurang dari tujuh jam setiap malamnya telah meningkat tajam dari dua persen pada tahun 1960 menjadi lebih dari 35 persen pada 2011.

Ironisnya, kondisi ini juga terjadi pada anak-anak yang nyata-nyata sangat membutuhkan tidur untuk membantu pertumbuhan fisik dan mentalnya. Namun berdasarkan riset terbaru, generasi muda jaman sekarang terbukti tidur satu jam lebih sedikit daripada jam tidur mereka 100 tahun yang lalu.

Belum lagi dengan aktivitas di siang hari yang padat diiringi dengan perkembangan teknologi seringkali menambah daftar panjang faktor pengganggu tidur bagi orang dewasa maupun anak-anak.

"Mungkin ini cuma kebetulan, tapi ternyata gaya hidup yang membatasi jam tidur menjadi makin ekstrim sejak tahun 1990-an atau pada dekade yang sama dengan meningkatnya kasus ADHD," ungkap Profesor Thakkar.

"Beberapa studi pun memperlihatkan adanya proporsi yang sangat besar pada anak-anak dengan diagnosis ADHD yang juga mengalami gangguan pernafasan seperti apnea atau mendengkur, sindrom kaki gelisah dan tidur yang non-restoratif dimana mereka seringkali tak mencapai tahapan deep sleep dalam tidurnya," tambahnya.

Seperti halnya sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Sleep pada tahun 2004. Setelah mengamati 34 anak pasien ADHD, peneliti menemukan jika setiap anak memperlihatkan kurangnya tahapan deep sleep dalam tidur mereka, sedangkan pembanding mereka, 32 anak sama sekali tak mengalaminya.

Bahkan bisa jadi gejala ADHD-nya akan terus ada meski gangguan tidur yang mereka alami berhasil disembuhkan, kata Profesor Thakkar.

Hal ini diamini sebuah studi terhadap lebih dari 11.000 anak di Inggris yang baru dipublikasikan tahun lalu. Studi ini menemukan bahwa anak yang menderita gangguan pernafasan ketika tidur sejak bayi lebih besar peluangnya untuk mengalami gangguan perilaku di kemudian hari.

Bahkan anak-anak ini berpeluang 20-60 persen lebih besar untuk mengalami gangguan perilaku ketika usianya baru empat tahun, sedangkan 40-100 persen berpeluang mengalami masalah serupa pada usia tujuh tahun.

Untuk mengatasi gangguan tidur pada orang dewasa tersebut, beberapa riset telah memperlihatkan ditemukannya potensi pemulihan, terutama terkait dengan fokus, daya ingat dan performa kognitif orang dewasa yang mengalami gangguan tidur. Mengingat sebuah studi menemukan meski orang yang kurang tidur tidak terlihat ngantuk, tapi performa kognitif mereka menurun dan akan terus memburuk hingga lima malam berikutnya.

Menurut Profesor Thakkar, salah satu obat yang memiliki potensi itu adalah clonidine yang awalnya dikenal sebagai obat hipertensi, tapi kini telah disetujui untuk digunakan sebagai obat ADHD.

Beberapa studi menunjukkan ketika obat ini diminum sebelum tidur secara teratur, gejala-gejala ADHD-nya mulai membaik dari hari ke hari.

"Mungkin bagi para psikiater, ini adalah salah satu obat yang selama ini belum begitu diketahui potensi dan kegunaannya. Tapi nyatanya clonidine terbukti ampuh membantu orang-orang mencapai deep sleep," tutup Profesor Thakkar.

Blog Archive

Home - About - Order - Testimonial
Copyright © 2010 Cara Mengecilkan Perut All Rights Reserved.